Maladaptive Daydreaming. "Apakah itu nyata?"


Maladaptive daydreaming
merupakan satu dari banyaknya isu keseharan mental yang muncul di abad ini. Meskipun belum secara resmi dimasukkan ke dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), banyak ilmuan yang mengemukakan  pendapatnya tentang betapa perlunya maladaptive daydreaming untuk dimasukkan ke dalam DSM. 


Di Indonesia sendiri, fenomena maladaptive daydreaming mulai disorot bersamaan dengan meningkatnya perilaku pengagumaan berlebihan terhadap selebriti/publik figur (celebrity worship). Namun begitu, masih banyak kalangan yang menganggap isu ini hanyalah dramatisasi mental illnes yang berusaha menjadikan setiap perkara sebagai mentall illness. Melepaskan diri dari perspektif "dramatisasi" postingan ini mencoba menggali lebih dalam fenomena maladaptive daydreaming.


Kenapa Mental Illness menjadi semakin banyak dari tahun ke tahun?

Hal ini memang tidak bisa dibantah, dari awal perkembangan ilmu psikologi banyak sekali kategori mental illnes yang terus bertambah. Hal ini tak lain dikarenakan beberapa hal: yang pertama tentunya adalah dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan. Dewasa ini manusia semakin sadar akan pentingnya kesehatan mental, sehingga segala aspek yang dirasa telah mengganggu wellbeing akan mulai dipelajari penyebab, gejala bahkan hubungannya dengan penyakit mental.

Faktor kedua adalah sebagai salah satu dampak dari perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang pesat memang membawa banyak dampak positif di kehidupan sehari-hari, namun begitu kita juga tidak bisa melepaskan diri dari dampak negatif yang baru kita sadari setelah kita merasa nyaman dengan adanya teknologi.

Internet menjadi salah satu buah perkembangan jaman yang banyak membuka bibit-bibit gangguan baru pada kesehatan mental maupun fisik. Dampaknya terhadap fisik dapat dilihat dari bagaimana internet merenggut peluang seorang anak untuk bermain di luar rumah, bereksplorasi dan beraktivitas dalam permainan-permainan yang melatih motorik halus, motorik kasar dan sosial anak. Selain itu, anak yang mengalami kecanduan internet setidaknya pernah mengalami simpton sakit kepala dan gangguan mata (mata kering, minus, silindris, sensitivitas terhadap cahaya dan kebutaan).

Penelitian dampak internet terhadap sisi mental juga terus berlanjut. Sebagian gangguan mental yang kerap ditemukan dari kecanduan internet adalah: permasalahan pada self-esteem, anxiety, depresi bahkan menyebabkan gangguan kejiwaan. Penggunaan internet secara berlebihan sendiri diteliti menjadi salah satu faktor yang mentrigger adanya maladaptive daydreaming.


Apa itu maladaptive daydreaming?

Daydreaming atau melamun merupakan hal normal yang setiap orang pasti penah alami. Bapak Psikologi sendiri yaitu Freud mengemukakan bahwa melamun merupakan sebuah pelarian dari kondisi adanya keinginan yang tidak terpenuhi. 

"Daydreaming is revelatory of the permanent condition or unfulfilled desire which is the hallmark of his general metapsychological conception of human existence” (Morley, 1998, p. 9).

Melanjutkan hal ini, pada tahun 2022 seorang peneliti dari Universitas of Haifa muncul membawa konsep maladaptive daydreaming dengan definisi fantasi ekstensif yang menggantikan interaksi manusia dan atau mengganggu fungsi akademis, interpersonal dan kejuruan.

Tentunya konsep maladaptive daydreamig (MD) berbeda dengan konsep melamun "biasa". Jika melamun biasanya dilakukan ketika kita memprediksi apa yang akan terjadi di kemudian hari di dunia nyata seperti melamun akan mendapatkan skor tinggi di ujian. Maladaptive daydreaming justru membayangkan hal yang tidak ada hubungannya dengan dunia nyata, imaginatif, seperti merancang sebuah skenario, alur cerita yang kompleks dan berepisode.

Lebih lanjut, kegiatan melamun yang maladaptive ini juga disertai dengan adanya gerakan-gerakan tubuh yang disadari maupun tidak disadari seperti: melamun dengan menggerak-gerakkan tangan, kaki, mimik wajah. hal ini tak lain dimaksudkan agar kegiatan melamun tersebut dirasa semakin nyata.

Maladaptive daydreaming sendiri mempunyai keinginan kuat untuk melanjutkan lamunannya yang tertunda dan bahkan sampai pada tahap menghindari aktivitas sehari-hari (sosialisasi, makan, mandi dll) untuk menghindari terputusnya fantasi mereka. Oleh karena aktivitas ekstensif yang terus berulang inilah maladaptive daydreaming ini dapat mengganggu fungsi manusia sebagai mahluk sosial.

Meskipun telah terbukti mengganggu produktivitas manusia di dunia nyata, sayangnya mereka yag mengalami maladaptive daydreaming seringnya tidak menyadari hal tersebut. Hal ini dapat terjadi dikarenakan melamun dianggap sebagai bagian dari hidup yang normal. Padahal melamun seharusnya merupakan hal yang dilakukan ketika kita tidak mempunyai kegiatan bukan meluangkan waktu dan menghindari kegiatan produktif untuk melamun.


Are maladaptive daydreaming a real thing?

Terlepas dari perspektif masyarakat, maladaptive daydreaming merupakan hal yang nyata. Seseorang bisa saja terlibat dalam aktivitas ini selama bertahun-tahun tanpa menyadari bahwa kegiatan melamun tersebut telah menjadi kegiatan yang maladaptif, mengkonsumsi banyak waktu, perlahan-lahan melelahkan secara mental dan tidak membawa hal positif kecuali kepuasan sesaat. Ketika seseorang telah sadar akan kegiatan maladaptive tersebut, secara perlahan mereka pun menemukan bahwa terdapat banyak sekali orang di luar sana yang juga mengalami hal serupa.


Faktor penyebab maladaptive daydreaming

Sebenarnya faktor utama penyebab maladaptive daydreaming ini masih belum diketahui secara jelas namun begitu, melamun dianggap sebagai cara pelarian dari kebutuhan yang tak terpenuhi di dunia nyata. Oleh karena itu beberapa teori dan penelitian berusaha menggali hal ini dan menemukan bahwa memang salah satu penyebab seseorang melakukan maladaptive daydreaming adalah dikarenakan adanya ketidak mampuan untuk menghadapi permasalahan di dunia nyata. Adanya pengalaman traumatis yang tidak ditangani atau dihadapi dengan bijak dapat membawa seseorang menghindari dunia luar dan hidup di dalam fantasi yang dibuatnya sendiri.

Kesepian dan kebosanan juga bisa membuat seseorang melakukan maladaptive daydreaming. Manusia hidup dengan kebutuhan akan hubungan interpersonal yang bermakna, adanya kesulitan untuk membangun hubungan bermakna di luar dapat memicu seseorang berlari melakukan maladaptive daydreaming. Sebagaimana diketahui bahwa interaksi sosial merupakan interaksi yang akan membutuhkan reaksi dari orang lain yang tidak dapat kita kontrol. Ketika seseorang kesulitan untuk membangun hubungan interpersonal seseorang bisa saja berlari menuju aktitivas melamun yang maladaptive untuk mengontrol apa yang akan terjadi dalam interaksi sosial di imajinasinya.

Penelitian lain menyebutkan bahwa maladaptive daydreaming mempunyai korelasi dengan ADHD, dimana penderita ADHD biasanya mudah untuk kehilangan fokus di dunia nyata menuju khayalan. Namun begitu, ADHD biasanya daydreaming tanpa usur kesengajaan, sedangkan maladaptive daydreaming melamun dengan unsur kesengajaan.


Maladaptive daydreaming in islamic point of view

Ketika membahas maladaptive daydreaming pikiran saya secara langsung tertuju pada QS. Al-Asr: 1-3. yang mempunyai arti :

"Demi wmasa (1). Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian (2). kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran (3)."

Melamun merupakan kegiatan yang seringkali disebut sebut sebagai kegiatan yang sia-sia. Mengingat setiap muslim akan dipertanyakan mengenai bagaimana ia menghabiskan waktu setiap detiknya, maka setiap muslim dianjurkan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Maladaptive daydreaming selain mengahbiskan waktu dengan sia-sia juga dapat mengganggu performa seorang hamba, seperti lalai beribadah, rendahnya rasa percaya diri dan juga hilangnya keinginan untuk bersosialisasi (habluminannass).

Maladaptive daydreaming merupakan hal nyata, setiap muslim akan mempertanggung jawabkan setiap waktu yang ia habiskan juga merupakan hal yang akan terjadi. Oleh karena itu mari setiap dari kita saling mengingatkan dalam kebenaran dan kebaikan sesuai dengan porsi dari kemampuan dan bakat keunikan masing-masing.


Posting Komentar

0 Komentar